Suku
Maya kian populer terkait dengan kalendernya yang menyebut 21 Desember
2012 sebagai akhir dari siklus penanggalan atau kiamat. Kelompok yang
mendiami semenanjung Yukatan, Amerika Tengah ini terus menjadi perhatian
ilmuwan untuk meneliti tentang sejarah suku Maya kuno.Kali ini,
peneliti mencoba menyingkap rahasia suku Maya kuno dengan pendekatan
ilmu pengetahuan tanah modern. Dilansir Eurekalert, Selasa
(13/11/2012), setelah berkembangnya suku Maya sejak tahun 1000 sebelum
masehi, suku ini menjadi masyarakat Pra-Columbus yang paling maju di
Amerika. Mereka berkembang dan hidup di kota hutan yang dihuni puluhan
ribu orang, seperti yang ada di Tikal National Park Guatemala.
Akan
tetapi, sejak mencapai puncaknya antara 250 sampai 900 masehi,
peradaban Maya mulai berkurang dan meninggalkan jejak misteri abadi bagi
para ilmuwan. Untuk itulah, tim peneliti yang dipimpin Richard Terry
dari Brigham Young University meneliti dan melaporkan temuannya dalam
Soil Science of America Journal (SSSA-J).Peneliti melakukan analisis
pertanian pada tanaman jagung di tanah Tikal. Di wilayah Tikal ini,
ilmuwan tidak heran untuk menemukan produksi jagung yang besar di daerah
dataran rendah, yang kemungkinan erosi cenderung kecil serta cocok
untuk komunitas yang diestimasi berjumlah 60 ribu orang.
Peneliti
menemukan ada bukti erosi di lereng tanah bagian atas. Ini menunjukkan
bahwa pertanian menyebar ke area yang curam. Apabila pertanian suku Maya
ini menyebabkan erosi yang besar, maka hilangnya tanah akhirnya dapat
melemahkan kemampuan suku Maya untuk menanam tanaman pangan.Temuan ini
merupakan informasi terbaru terkait artefak yang ada di tanah. Arkeolog
mampu mempelajari peradaban suku Maya masa lalu. Karya seni dan bangunan
dapat runtuh dari waktu ke waktu serta hutan pada akhirnya
menyembunyikan ladang pertanian kuno. Richard menjelaskan, misalnya,
sebagian besar hutan vegetasi asli Tikal menggunakan jalur fotosintesis
yang disebut C3, sementara jagung menggunakan jalur yang disebut C4.
Maka,
bahan organik tanah ini berasal dari dua jalur yang berbeda, yang
memungkinkan peneliti membuat kesempulan tentang jenis-jenis tanaman
yang tumbuh di tanah tersebut. Dengan menganalisis tanah di berbagai
wilayah Tikail serta melihat lapisan yang terbentuk di tanah, Richard
dan rekannya mampu memetakan di mana daerah produksi jagung kuno.
Praktek
pertanian masa lalu ini selalu menarik bagi para arkeolog.Richard
mengungkapkan, penelitian ini justru menambah rasa ingin tahu yang besar
pada peneliti terkait bagaimana suku Maya kuno mampu mempertahankan
hidup mereka. Lalu, apakah perlakuan mereka terhadap tanah merupakan
faktor di mana mereka mengalami kegagalan?"Alat-alat ini membuka kita
untuk berpikir tentang dunia yang kita belum pikirkan sebelumnya. Kami
telah mengubah paradigma di antara para arkeolog," pungkas Richard.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar