Sepak bola
memang selalu menyuguhkan cerita yang menarik, baik dui dalam lapangang
maupun di luar lapangan. Jika kita simak, cerita di luar lapangan selalu
menyuguhkan cerita yang memilukan sampai perseteruan. Kali ini
serupedia mencoba mengangkat sejarah perseteruan yang terjadi antara
pendukung kedua kesebelasan terbesar di Indonesia, yakni Viking (Persib
Bandung) dan The Jakmania (Persija Jakarta).
Siapa kiranya
tidak mengenal Viking? Siapa pula tidak mengenal The Jak? Dua kelompok
suporter dari tim besar di Indonesia. Viking untuk Persib Bandung dan
The Jak untuk Persija Jakarta. Kedua kelompok ini terkenal sejak lama
karena bukan saja fanatisme keduanya dalam mendukung tima kesayangan
masing-masing, namun juga karena perseteruan keduanya yang juga dapatlah
dikatakan abadi.
Banyak orang
bertanya kenapa kedua kelompok suporter ini begitu saling membenci satu
sama lain. Bahkan tidak jarang, aroma kebencian antar suporter ini pun
berlanjut oleh para pemain masing-masing saat keduanya bertemu.
Pertandingan seringkali berujung kasar, seakan tidak ada lagi itu
namanya fair play. Beberapa pertandingan memperlihatkan hal tersebut.
Sebutlah ulah para pemain Persija yang seringkali memprovokasi para
pemain Persib.
Sejarah
mencatat, perseteruan kedua kelompok suporter ini diawali saat
terjadinya insiden di stadion menteng saat Liga Indonesia Ke-2. viking
yang datang dengan kekuatan 9000 orang anggota, datang membirukan
ibukota, sementara itu terdapat sekitar anak Jakarta yang hanya
berjumlah 1000 orang. Ulah provokasi yang dilakukan anak-anak Jakarta
tersebut akhirnya memancing emosi Viking sehingga bentrokan pun akhirnya
tidak dapat dihindarkan.
Rasa iri
ditenggarai sebagai pemicu utama perseteruan kedua kelompok ini.
Bagaimana tidak, Viking yang notabene sebuah kelompok dari kota lain,
seringkali akhirnya membirukan Jakarta saat Persib Bandung menggelar
pertandingan di ibukota. Fanatisme kelompok viking yang seringkali
membirukan Jakarta inilah yang akhirnya membuat anak-anak ibukota iri
dengan fanatisme yang ditunjukan suporter viking.
Puncak rasa iri
tersebut muncul saat sikap tidak perlu ditunjukan oleh ketua The Jak
pada tahun 1997 saat digelar kuis siapa berani dengan tema khusus
suporter bola. Terjadi insiden pemukulan yang dilakukan ketua The Jak
saat itu terhadap salah satu anggota Viking karena kecewa timnya kalah
dalam kuis tersebut. Selain itu, terjadi pula insiden penghadangan dan
pengrusakan serta penganiayaan terhadap Viking saat rombongan kuis
pulang menuju Bandung di daerah pintu Tol Tomang. Maka dengan kejadian
tersebut, sudah bisa ditebak kondisi hubungan keduanya, tidak ada kata
damai.
Tahun-tahun
berikutnya, banyak sudah kejadian ricuh bahkan rusuh yang dilakukan
keduanya. Baik saat Persib Bandung main di Jakarta atau pun sebaliknya
kericuhan seakan tak dapat dihindarkan. Belakangan pendukung Persib
Bandung, viking, sudah mulai dapat mengendalikan emosinya.
Kericuhan-kericuhan yang selama ini ditakutkan akan dilakukan kelompok
suporter baik saat di Bandung apalagi di Jakarta, jarang terjadi. Hal
sebaliknya justru ditunjukan suporter The Jak. Seakan mencari sensasi
dan eksistensi, suporter The Jak belakangan malah seringkali ribut
dengan sesama The Jak sendiri. Sungguh perbuatan yang mengherankan
karena justru perseteruan terjadi di Internal Kelompok. Pengurus the Jak
sendiri seringkali membantah bahwa yang melakukan kericuhan bukanlah
anggotanya secara resmi. Namun kenyataannya tetap saja, karena atribut
yang melekat penuh dengan simbol orange, warna kebanggan The Jak, hal
tersebut menjadi hal yang memalukan.
Sejarah
perseteruan yang juga diyakini masih ada sampai sekarang meski tidak
berakhir bentrok perlu mendapat perenungan berbagai pihak. Pertanyaannya
kemudian adalah, mungkinkah kedua kelompok besar ini berdamai?
fanatisme yang mengakar di antara kedua kelompok suporter ini khususnya
dalam hal harga diri menjadikan hubungan keduanya tidaklah pernah akur.
Keduanya telah sama-sama mentasbihkan diri bahwa satu sama lain adalah
musuh yang harus dilawan keberadaannya. Bahkan sebuah film dengan judul
Romeo Juliet yang mengisahkan perseteruan kedua kelompok ini seakan
semakin menjadikan api dendam semakin berkobar-kobar. Alur cerita yang
terkesan menyudutkan Viking dengan berbagai pencitraan yang ditunjukan
dalam film tersebut semakin membuat ujung perdamaian sulit untuk
diwujudkan.
“Tidak Ada Kata Damai.”
Begitu sepertinya kalimat yang pantas disematkan untuk keduanya,
setidaknya untuk sekarang-sekarang ini. Siapapun yang berharap adanya
perdamaian diantara keduanya, sepertinya untuk sementara cukup berharap
saja. Namun hal ini bukanlah berlaku untuk selamanya. Keduanya, suatu
saat, pasti menemukan solusi yang terbaik untuk masing-masing kelompok.
Bukan tidak mungkin solusi yang terjadi adalah perdamaian diantara
keduanya, atau bahkan sebaliknya, bisa jadi pula, permusuhan diantara
keduanya justru adalah sebuah solusi. Maka sepertinya bijaklah andai
kemudian banyak orang yang berpendapat,“Biarkan mereka berseteru, biarkan mereka bermusuhan, asalkan jangan merugikan masyarakat banyak.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar