Mengukir
prestasi menakjubkan di pentas nasional belum tentu akan mendapat
apresiasi di kampung halaman. Kalimat ini terasa tepat menggambarkan
kiprah dan reputasi arsitek Frederich Silaban (1912-1984). Lahir 16
Desember 1912 di desa Bonan Dolok, Dolok Sanggul, Kabupaten Humbang
Hasundutan (Humbahas), Sumatera Utara.
Beliau
adalah seorang arsitek ternama dalam jajaran arsitek generasi pertama
di Indonesia. Arsitek kesayangan Presiden Soekarno ini juga disebut
sebagai seorang perintis arsitektur modern Indonesia. Melalui
karya-karya arsitekturnya, Frederich Silaban telah memperoleh
penghargaaan dari dalam negeri dan luar negeri.
Qubah
Mesjid Istiqlal telah diakui Universitas Darmstadt, Jerman Barat
sebagai hak cipta Frederich Silaban, yang disebut sebagai "Silaban Dom"
(qubah Silaban). Karya dan pemikirannya telah menjadi ajang telaahan
apresiatif para akademisi serta praktisi arsitektur di Indonesia.
Namanya juga telah termeteraikan sebagai tokoh nasional dalam buku
Ensiklopedi Nasional Indonesia.
Setiap
kali nama Frederich Silaban disebut selalu memiliki kaitan dengan latar
belakang sosial maupun kampung halamannya. Beliau adalah putera kelima
dari keluarga petani di desa Bonan Dolok, Dolok Sanggul, Humbahas.
Dilahirkan oleh ibu Noria boru Simamora. Ayahnya, Djonas Silaban, adalah
seorang sintua Huria Kristen Batak Protestan (HKBP).
Dengan
kepiawaiannya dalam bidang arsitektur, Frederich Silaban telah mengukir
seberkas sejarah partisipasi seorang putra Humbahas dan orang Kristen
Batak di pentas nasional.
Namun
di kampung halamannya sendiri, di Dolok Sanggul, Humbahas, arsitek
Frederich Silaban tampak nyaris terlupakan. Bukan saja di kalangan
masyarakat umum, tetapi hampir semua pemangku kepentingan (stakeholder)
termasuk jajaran pemerintahan dalam lingkup Pemerintah Kabupaten
(Pemkab) Humbahas terkesan turut alpa mengapresiasinya.
Kealpaan
semacam itu terindikasi dari fakta betapa hingga kini, sepanjang
diketahui, belum pernah ada pihak di Humbahas yang secara resmi
merealisasikan suatu bentuk penghargaan yang pantas baginya. Bahkan
selama ini, wacana yang merencanakan suatu penghargaan pun tidak pernah
terdengar nyaring. Mengapa?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar