Huruf
Jawa atau aksara jawa adalah salah satu peninggalan bersejarah dari
nenek moyang kita yang wajib kita jaga dan pelajari, sebagai salah satu
situs peninggalan sejarah huruf jawa juga mempunyai sejarah
dilahirkannya huruf jawa di bawah ini adalah sejarah dan arti huruf
aksara jawa yang dikisahkan oleh ajisaka silahkan baca :
Dikisahkan
ada seorang pemuda tampan yang sakti mandraguna, yaitu Ajisaka. Ajisaka
tinggal di pulau Majethi bersama dua orang punggawa (abdi) setianya
yaitu Dora dan Sembada. Kedua abdi ini sama-sama setia dan sakti. Satu
saat Ajisaka ingin pergi meninggalkan pulau Majethi. Dia menunjuk Dora
untuk menemaninya mengembara. Sedangkan Sembada, disuruh tetap tinggal
di pulau Majethi. Ajisaka menitipkan pusaka andalannya untuk dijaga oleh
Sembada. Dia berpesan supaya jangan menyerahkan pusaka itu kepada siapa
pun, kecuali pada Ajisaka sendiri.
Lain kisah, di pulau Jawa ada sebuah kerajaan yang sangat makmur
sejahtera yaitu kerajaan Medhangkamulan. Rakyatnya hidup sejahtera.
Kerajaan Medhangkamulan dipimpin oleh seorang raja arif bijaksana
bernama Dewatacengkar. Prabu Dewatacengkar sangat cinta terhadap
rakyatnya.
Pada
suatu hari ki juru masak kerajaan Medhangkamulan yang bertugas membuat
makanan untuk prabu Dewatacengkar mengalami kecelakaan saat memasak.
Salah satu jarinya terkena pisau hingga putus dan masuk ke dalam
masakannya tanpa dia ketahui. Disantaplah makanan itu oleh
Dewatacengkar. Dia merasakan rasa yang enak pada masakan itu. Dia
bertanya daging apakah itu. Ki juru masak baru sadar bahwa dagingnya
disantap Dewatacengkar dan menjawab bahwa itu adalah daging manusia.
Dewatacengkar ketagihan dan berpesan supaya memasakkan hidangan daging
manusia setiap hari. Dia meminta sang patih kerajaan supaya mengorbankan
rakyatnya setiap hari untuk dimakan.
Oleh
karena terus menerus makan daging manusia, sifat Dewatacengkar berubah
180 derajat. Dia berubah menjadi raja yang kejam lagi bengis. Daging
yang disantapnya sekarang adalah daging rakyatnya. Rakyatnya pun
sekarang hidup dalam ketakutan. Tak satupun rakyat berani melawannya,
begitu juga sang patih kerajaan.
Saat
itu juga Ajisaka dan Dora tiba di kerajaan Medhangkamulan. Mereka heran
dengan keadaan yang sepi dan menyeramkan. Dari seorang rakyat, beliau
mendapat cerita kalau raja Medhangkamulan gemar makan daging manusia.
Ajisaka menyusun siasat. Dia menemui sang patih untuk diserahkan kepada
Dewatacengkar agar dijadikan santapan. Awalnya sang patih tidak setuju
dan kasihan. Tetapi Ajisaka bersikeras dan akhirnya diizinkan.
Dewatacengkar
keheranan karena ada seorang pemuda tampan dan bersih ingin menyerahkan
diri. Ajisaka mengatakan bahwa dia mau dijadikan santapan asalkan dia
diberikan tanah seluas ikat kepalanya dan yang mengukur tanah itu harus
Dewatacengkar. Sang prabu menyetujuinya. Kemudian mulailah Dewatacengkar
mengukur tanah. Saat digunakan untuk mengukur, tiba-tiba ikat kepala
Dewatacengkar meluas tak terhingga. Kain itu berubah menjadi keras dan
tebal seperti lempengan besi dan terus meluas sehingga mendorong
Dewatacengkar. Dewatacengkar terus terdorong hingga jurang pantai laut
selatan. Dia terlempar ke laut dan seketika berubah menjadi seekor buaya
putih. Ajisaka kemudian dinobatkan menjadi raja Medhangkamulan.
Setelah
penobatan, Ajisaka mengutus Dora pergi ke pulau Majethi untuk mengambil
pusaka andalannya. Kemudian pergilah Dora ke pulau Majethi. Sesampai di
pulau Majethi, Dora menemui Sembada untuk mengambil pusaka. Sembada
teringat akan pesan Ajisaka saat meninggalkan pulau Majethi untuk tidak
menyerahkan pusaka tersebut kepada siapa pun kecuali kepada Ajisaka.
Dora yang juga berpegang teguh pada perintah Ajisaka untuk mengambil
pusaka memaksa supaya pusaka itu diserahkan. Kedua abdi setia tersebut
beradu mulut bersikukuh pada pendapatnya masing-masing. Dan akhirnya
mereka berdua bertempur. Pada awalnya mereka berdua hati-hati dalam
menyerang karena bertarung melawan temannya sendiri. Tetapi pada
akhirnya benar-benar terjadi pertumpahan darah. Sampai pada titik akhir
yaitu kedua abdi tersebut tewas dalam pertarungan karena sama-sama
sakti.
Berita
tewasnya Dora dan Sembada terdengar sampai Ajisaka. Dia sangat menyesal
atas kesalahannya yang membuat dua punggawanya meninggal dalam
pertarungan. Dia mengenang kisah kedua punggawanya lewat deret aksara.
Berikut tulisan dan arti dari cerita itu :
Ha Na Ca Ra Ka = ono wong loro ( ada dua orang )
Da Ta Sa Wa La = podho kerengan ( mereka berdua berantem / berkelahi )
Pa Dha Ja Ya Nya = podho joyone ( sama-sama kuatnya )
Ma Ga Ba Tha Nga = mergo dadi bathang lorone ( maka dari itu jadilah bangkai semuanya / mati dua-duanya karena sama kuatnya)
Itulah
sekelumit cerita sejarah dari lahirnya huruf jawa / aksara jawa Ha Na
Ca Ra Ka. Semoga inti dari cerita itu bisa memaknai kehidupan kita semua.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar